Selasa, 20 Januari 2015

Ini Bank-Bank Petinggi di Buku 4

Biro Riset Infobank mencatat empat bank besar yang masuk dalam dalam kategori Buku 4. Mereka antara lain BCA, BRI, Bank Mandiri, dan BNI. Berikut ini kinerja mereka. Teguh Turisman

1.    BANK CENTRAL ASIA (BCA)

DI tengah tekanan ekonomi global yang berimbas pada perlambatan ekonomi domestik tahun lalu, Bank Central Asia (BCA) harus menempuh cara-cara jitu agar bisnis tetap berjalan sustain dan menghasilkan keuntungan yang optimal bagi pemegang saham. Beberapa langkah strategis pun dilakukan bank yang dipimpin Jahja Setiaatmadja sebagai presiden direktur ini pada 2013.

Lantas, upaya strategis seperti apa yang menjadi kunci sukses bank yang mencatatkan pertumbuhan laba per saham sebesar 20,60% dari Rp480 pada 2012 menjadi Rp579 pada akhir tahun lalu ini? Satu, BCA berusaha memperkuat jaringan (kantor dan layanan) sekaligus meningkatkan reputasi dan “brand”-nya sebagai transactional banking yang bisa diandalkan dan dipercaya masyarakat.

Secara konkret, langkah itu kemudian ditindaklanjuti manajemen BCA dengan menambah automatic teller machine(ATM) sebanyak 2.022 unit, cash deposit machine (CDM) sebanyak 298 unit, dan jaringan cabang baru sebanyak 51 cabang. Selain itu, memperluas penetrasi electronic data capture (EDC) di berbagai merchantyang kerap menjadi tempat tujuan nasabah.

Dengan upaya itu, bank yang mengantongi dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp411,18 triliun atau tumbuh 10,67% dari Rp371,54 triliun pada 2012 ini berharap punyachance lebih untuk mempertahankan stabilitas pendanaan dengan biaya dana yang rendah daripada rekening giro dan tabungan.

Pada efek positif yang lain, perluasan jaringan layanan tersebut juga turut mendongkrak pertumbuhan transaksi BCA, baik melalui kantor cabang maupunelectronic channel (e-channel). Sekadar informasi, pada 2013 nilai transaksi di kantor cabang BCA meningkat 10,1% dengan total transaksi menembus Rp15.200 triliun. Sedangkan, nilai transaksi yang menggunakan ATM meningkat 20,20% atau setara dengan Rp1.541 triliun. Dus, akumulasi nilai transaksi di internet banking dan mobile banking juga tumbuh cukup tinggi, yakni sebesar 30,90% dengan total angka Rp5.122 triliun.

Strategi berikutnya ialah lebih aktif mempromosikan sekaligus menawarkan produk deposito yang dibarengi dengan “sweetener” kepada nasabah berupa suku bunga yang lebih tinggi. Sekadar informasi, pada awal November tahun lalu, sejalan dengan langkah strategis tersebut, BCA memberanikan diri menyesuaikan bunga depositonya sebesar 75 basis points (bps) menjadi 7% dari sebelumnya 6,25%.

Kepada wartawan, Jahja mengungkapkan bahwa kenaikan bunga deposito itu sekaligus merupakan respons BCA terhadap ketatnya kompetisi memperebutkan dana masyarakat. Jahja menambahkan, pihaknya sebetulnya sudah menengarai adanya gejala pengetatan likuiditas sejak triwulan pertama tahun lalu.

Karena itu, BCA pun mengambil langkah untuk mendongkrak perolehan DPK, terutama yang bersumber dari dana mahal (deposito), pada triwulan kedua 2013. Sekali lagi, langkah ini juga terbukti ampuh untuk mengantisipasi ketatnya perolehan dana masyarakat di industri perbankan nasional. Dengan begitu, BCA tetap mampu mempertahankan perolehan dan posisi DPK-nya agar tetap kuat.

Dengan kekuatan DPK yang dimilikinya, BCA pun tetap mampu mencetak angka pertumbuhan di bisnis kredit. Akhir tahun lalu kredit BCA tumbuh 21,69%, dari Rp257,79 triliun menjadi Rp313,71 triliun. Yang menjadi catatan menarik Biro Riset Infobank (birI), BCA merupakan bank papan atas yang sangat concern pada kualitas asetnya. Sama halnya dengan kualitas kredit yang selama ini terus terjaga dengan baik.

Penguatan proses aplikasi dan persetujuan kredit merupakan tools yang ampuh untuk menjaga rasio kredit bermasalah di BCA, yang tahun lalu hanya 0,4%. Meski terbilang rendah, BCA tetap mengedepankan prudential banking dalam menyalurkan kreditnya. Yang jadi catatan penting lainnya, sepanjang 2013 bank ini juga rajin menjaga tingkat cadangan terhadap pinjaman yang bermasalah di level tinggi, yakni sebesar 408,7%.
Dengan peningkatan kredit dan penguatan jaringan layanan, baik yang bersifat tradisional maupun layanan berbasis elektronik (e-channel), secara akumulasi pendapatan bunga dan pendapatan selain bunga BCA tercatat Rp33,70 triliun. Jahja juga mengungkapkan, pada 2013 margin bunga bersih BCA meningkat 60 bps menjadi 6,2% dari 5,6% pada 2012.

Pencapaian itu pula yang akhirnya mengontribusi pertumbuhan laba tahun berjalan BCA setelah pajak bersih sebesar 21,70% dari Rp11,72 triliun pada 2012 menjadi Rp14,27 triliun pada akhir tahun lalu. “Kuatnya profitabilitas telah mendukung modal yang kokoh dengan rasio kecukupan modal (CAR) meningkat menjadi 15,7% pada 2013 dari 14,2% pada 2012,” ujar Jahja, seperti dikutipinfobanknews.com, awal Maret lalu.

2. BANK RAKYAT INDONESIA (BRI)

KOMITMEN segenap direksi dan pemegang saham Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk terus memajukan dan mengembangkan bisnis bank pelat merah ini dari waktu ke waktu makin menguat. Upaya dan terobosan yang di-drive oleh Sofyan Basir selaku direktur utama dan jajaran direksi lainnya untuk memperluas jaringan dan penetrasi pasar domestik selalu mendapat dukungan penuh dari pemerintah selaku shareholders utama bank dengan total aset Rp626,18 triliun ini.

Itulah kenapa, BRI pun percaya diri menghadapi era pasar terbuka ASEAN pada 2015 mendatang. Momen tersebut menjadi pemicu bagi bank yang kini didukung jaringan kantor lebih dari 9.736 kantor dan 18.000 ATM ini untuk terus tumbuh dan memompa kinerja keuangannya pada level yang optimum.

Komitmen BRI untuk terus menguatkan modalnya juga terbukti. Ini ditandai dengan meningkatnya modal inti BRI sebesar 28,56% dari Rp52,32 triliun pada 2012 menjadi Rp67,27 triliun pada akhir tahun lalu. Tentu, ini menjadi “tenaga dalam” yang cukup kuat bagi BRI untuk melakukan ekspansi sepanjang tahun politik ini dan tahun-tahun selanjutnya.

Penguatan modal inti tersebut salah satunya didorong oleh perolehan laba yang tahun lalu tumbuh 14,27% atau menjadi Rp21,35 triliun. Kepada wartawan, Sofyan Basir mengungkapkan bahwa penguatan laba tersebut dikontribusi oleh peningkatan pendapatan operasional sebesar Rp65,40 triliun atau tumbuh 16,2%, yang terdiri atas pendapatan bunga Rp57,30 triliun dan pendapatan nonbunga Rp8,10 triliun.

Pendapatan bunga tersebut dihasilkan oleh penyaluran kredit BRI yang sebesar Rp448,10 triliun—sekitar Rp320,40 triliun merupakan outstanding kredit ke nasabah UMKM yang tahun lalu mencapai 6,8 juta orang. “Yang menggembirakan, kualitas kredit dapat terjaga, bahkan membaik. (Itu) tercermin dari rasio kredit bermasalah yang sebesar 0,31% (net). Rasio ini terendah dalam delapan tahun terakhir,” ujar Sofyan.

3. BANK MANDIRI

LANGKAH Bank Mandiri untuk menjadi salah satu transactional banking sekaligus bank regional kian tak terbendung. Dengan dukungan aset yang makin membesar hingga mencapai Rp733,01 triliun akhir tahun lalu, Bank Mandiri makin mantap memperluas jaringan (layanan) dan mengembangkan inovasi e-channel-nya hingga ke pelosok negeri.

Langkah strategis mengembangkan jaringan dan e-channel tersebut tak lepas dari motivasi bank yang dipimpin Budi Gunadi Sadikin sebagai direktur utama ini untuk memperkuat koleksi dana pihak ketiga (DPK), yang notabene sumber tenaga untuk mendongkrak pertumbuhan kredit.

Upaya itu memang terbukti ampuh. Pada 2013 Bank Mandiri tercatat sebagai bank dengan perolehan DPK terbesar di industri perbankan nasional, yakni menembus angka Rp556,34 triliun. “Kami berharap, DPK terus mengalami pertumbuhan yang baik pada 2014. (Untuk itu), kami akan memperkuat jaringan,” tutur Budi, akhir April lalu.

Komitmen untuk menambah jaringan layanan itu pun dibuktikan Bank Mandiri. Sampai dengan Maret 2014, bank yang akhir tahun lalu membukukan laba Rp18,82 triliun ini telah menambah 250 unit kantor cabang sehingga menjadi 2.061 unit. Tak hanya itu, Bank Mandiri juga menambah 529 unit ATM hingga menjadi 11.514 unit dan 46.171 electronic data capture (EDC) hingga menjadi 240.468 unit. 

4. BANK NEGARA INDONESIA (BNI)

MESKI kondisi ekonomi domestik diliputi ketidakpastian, tahun lalu kredit Bank Negara Indonesia (BNI) ternyata masih tumbuh cukup tinggi di atas industri, yakni mencapai 24,85% atau menjadi Rp250,45 triliun. Catatan positifnya, laju kredit tersebut dibarengi dengan upaya konkret BNI untuk menjaga kualitas kreditnya dengan baik. Itu ditandai dengan menurunnya rasio kredit bermasalah pada tahun lalu hingga mencapai 2,17%. Di lain sisi, BNI meningkatkan net interest margin(NIM) dari 5,93% pada 2012 menjadi 6,11%.

Pertumbuhan kredit tersebut mendorong peningkatan pendapatan bunga bersih yang tercatat sekitar Rp19,00 triliun. Akhir tahun lalu laba BNI naik 28,51% atau menjadi Rp9,05 triliun. Dari laba tersebut, untuk kepentingan korporasi ke depan, manajemen BNI sepakat untuk menyisihkan sekitar 58,5% atau senilai Rp5,297 triliun sebagai laba ditahan.

Namun, seiring dengan perlambatan ekonomi dan arah kebijakan bank sentral, pada 2014 BNI akan mengerem laju kreditnya antara 14% hingga 17%. “Kami akan tumbuh 17%. Kami punya keyakinan, pembangunan harus tetap jalan,” ujar Gatot M. Suwondo, Direktur Utama BNI, kepada wartawan.

Demi mewujudkan target itu, BNI berencana menekan pertumbuhan kredit konsumer dan mengarahkan pertumbuhan itu ke business banking. BNI juga akan terus menjaga kualitas kreditnya sebaik mungkin. Lalu, bagaimana dengan arah dan target kredit BNI ke depan? Untuk 2015-2017, jika kondisi ekonomi menunjukkan gejala yang makin baik dan sehat, BNI berniat akan mematok target yang bersifat moderat-agresif, lalu kembali ke moderat-konservatif pada 2018 mendatang. (*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar